AGAMA DAN BUDAYA



Keunggulan yahudi dan nashrani dalam menghancurkan islam memang hanya bisa dilakukan dari dalam. Ini berdasarkan pendapat yang diutarakan oleh Snouck Hunronje, yang berpura-pura masuk islam. Artinya kalau masuk menyerang islam secara langsung tidak akan bisa. Jadi harus tahu islam terlebih dahulu maka seolah-olah ia jadi islam padahal sudah keluar dari islam. Yang seperti itu pada zaman ini seakan memakai baju yang dinamakan aliran sesat seperti Jaringan Islam Liberal (JIL) yang sekarang sudah berganti lagi namanya menjadi Jaringan Islam Nusantara.


Kalau begitu dari segi apakah mereka menghancurkan islam? 

tiada lain adalah dari segi pemikiran. Orang-orang yang berfikirnya terlepas dari ayat: "Wa'tashimu bihablillahi jami'an wa laa tafarraqu". Kalau ada orang yang merasa tokoh islam, kemudian ia membuat gerakan dakwah yang memilah-milah islam, maka yang seperti itulah namanya syaitan dari golongan manusia, yang terus menerus mencari jalan untuk menghancurkan islam serta ummat islam. Mereka dengan berusaha keras mengajak kaum muslimin untuk beralih dan berpaling keluar dari ajaran islam.

Padahal Allah telah mengingatkan bahwa Allah akan mewariskan kitab-Nya itu hanya kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar mengabdi pada-Nya. Hanya golongan ini saja yang akan berpegang teguh terhadap tali agama Allah swt. Mereka akan menerima Islam secara paripurna dengan tidak akan memilah-milah. Seperti wajibnya berjilbab, akan diterima sepenuhnya. Perlu kita tahu bahwa sekarang ini ada segolongan tokoh yang menyebutkan bahwa jilbab adalah budaya arab bukan ajaran Islam. Oleh karena jilbab itu merupakan budaya arab maka harus dielakkan karena bukan dari budaya indonesia, karena orang Indonesia memiliki budaya tersendiri. Kata siapa? Orang yang berbicara seperti itu termasuk orang yang belegug. Sebab orang tersbut bodoh terhadap sejarah, atau pura-pura bodoh. Sebelum al-Qur'an turun kebiasaan atau budaya Wanita-wanita Arab ibadahnya telanjang bulat, suka memamerkan aurat dan bangga dengan rupa dan kemewahan. Kemudian ajaran Islam datang dan mewajibkan kepada setiap mukminin dan mukminat untuk menutup aurat. Jadi yang disebut jilbab itu bukan budaya melainkan ajaran islam. Kewajiban dari Allah swt untuk kaum muslimin muslimat.

Benarlah al-Qur'an turun di Makkah dan Madinah sampai disebut surat Makiyah dan Madaniyah, dengan berbahasa arab. Itu bukan merupakan suatu kebetulan turun di Arab, melainkan itu adalah kehendak Allah swt yang merancang dan menurunkan al-Qur'an yang menjadi petunjuk dengan berbahasa arab. Jadi memakai jilbab itu hakikatnya menutup aurat, syari'atnya bukan budaya. Adapun budayanya itu dalam hal warna jilbabnya seperti hitam, putih, merah, kuning dan sebagainya.

Oleh karena itu dalam Islam tidak ada istilah-istilah yang bermunculan seperti banyak dikita sekarang. Islam Liberal yang dari awal sudah tidak laku dijualnya, mengganti baju dengan istilah islam Nusantara, Islam Bandung, Islam Arab, Islam Amerika. Dalam islam itu tidak ada pemisah, islam tetap islam, sesungguhnya islam diturunkan berbahasa arab yang artinya masyarakatnya termasuk jahiliyah. Maka akankah kita meniru budaya-budaya arab jahiliyah lagi..?

kalau kita melepaskan bahasa arab dari al-Qur'an, cukup dengan membaca al-Qur'an itu artinya saja. Harus mengelakkan jilbab sebab itu dianggapnya budaya Arab, itu sama saja dengan kembali lagi kepada kejahiliyahan, kemunduran. Hanya bedanya sekarang jahiliyah modern saja. Artinya Jahiliyah modern itu adalah manusia yang hidup pada jaman modern yang tidak memegang teguh tali Allah swt. Maka ketika seseorang telah melepaskan tali Allah swt maka sejatinya ia telah melepaskan petunjuk, pedoman hidupnya. Maka ia hanya mengukur kebenaran dengan budaya, kemudian yang sekarang ini dijadikan sandaran adalah HAM.

H. M. Daud Gunawan (Wakil ketua Majelis Syuro Dewan Dakwah Jabar) 20 tahun kebelakang pernah berujar bahwa HAM pada suatu hari akan dijadikan pengukur kebenaran padahal tidak benar. Yang benar tetaplah al-Qur'an dan As-Sunnah Rasulullah saw yang shahih. Termasuk budaya juga bukan sumber kebenaran. Kalau memang suatu budaya pada suatu waktu tidak bertentangan dengan syari'at, tidak bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, akhlaq islam, maka yang seperti itulah namanya budaya islam. Namun kalau budaya itu bertentangan dengan islam, maka yang seperti itu dinamakan dengan budaya sekuler, seperti sinkretisme, yaitu percaya kepada jangjawokan (isim / jimat), tempat-tempat angker, roh nenek moyang (karuhun) dan sebagainya. Maka hal-hal yang seperti itu bisa termasuk syirik. Karena dalam al-Qur'an yang berhak untuk disembah dan diibadahi hanya Allah swt yang telah mencipta, mengatur dan memberikan rahman dan rahim-Nya kepada manusia.

Perdebatan tentang Budaya

Ketika kita memperdebatkan budaya, maka jangankan berbicara nusantara atau propinsi, dalam tataran kabupaten juga banyak budaya yang berbeda-beda. Bandung memiliki budaya tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya, tasik juga memiliki budaya yang berbeda, cirebon dan lain-lain memiliki budaya masing-masing yang saling berbeda satu sama lain. Jadi kalau yang menjadi ukuran kebenaran adalah budaya, maka akan ada berapa ratus, berapa ribu, berapa ratus ribu kebenaran yang ada didunia. Akan banyak sekali kebenaran yang ada di bumi ini, maka sudah pasti tidak akan ada kejelasan mana yang memang benar. Akan tetapi islam hanya satu, tidak dibeda-bedakan oleh negara atau oleh wilayah.

Kalaulah ada suatu kebetulan disatu daerah yaitu satu budaya seperti gotong royong, maka yang swperti itu termasuk budaya yang benar, inilah ta'awun namanya dalam islam. Maka budaya tolong menolong adalah budaya bangsa indonesia, kalau dahulu dimasyarakat sunda kalau ada yang membuat rumah di satu kampung, maka semua masyarakat serentak memberikan bantuan dan tidak dibayar. Tidak seperti sekarang yang memberikan bantuan harus dibayar perharinya, dahulu itu tidak seperti itu namun hanya cukup dengan diberi makan saja. Karena budaya gotong-royong sudah hilang maka setiap bantuan itu harus dibayar. Maka apakah budaya itu dibenarkan? ya terserah saja.. karena yang seperti itu tidak akan menimbulkan kemdlaratan. Adapun yang akan menimbulkan kemadlaratan kalau islam dipilah-pilah, seperti adanya Islam Nusantara sekarang. Maka kesananya akan lahirlah islam Jawa Barat, islam Jawa Tengah, Islam Sunda dan islam-islam lainnya. Hal ini bertentangan dengan al-Qur'an yang menyebutkan bahwa "sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam, maka barang siapa yang berharap selain agama islam tidak diterima darinya dan di akhirat kelak ia termasuk orang-orang yang merugi".


Sungguh jelaslah dari ayat diatas, maka renungkanlah wahai para pembaca yang budiman. Sekalipun gelarnya professor, doctor, atau apalah gelarnya dan sebanyak apalah gelarnya kalau mereka memahamkan islam dengan tanpa aturan Allah swt dan Rasul-Nya maka tetap salah dan tidak diterima amal ibadahnya. Gelar-gelar yang banyak dihadapan Allah swt tidak ada artinya. Sesungguhnya yang akan dinilai oleh Allah adalah hanyalah Aqidahnya, benarkah atau tidak Aqidahnya itu, kalau benar maka selamatlah ia akan tetapi kalau menyimpang maka celakalah ia.


Share on Google Plus

Penulis : Civilzation

Mari membaca artikel lainnya dibawah ini
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment