M
|
enangislah! Apa yang harus ditangisi? Mengapa harus menangis? Dan bagaimana
menangisinya? Tangisan identik dengan sifat cengeng dan menangis adalah perbuatan
orang lemah. Jadi, mengapa harus menangis? Orang-orang Yahudi bahkan melarang
anak-anaknya untuk menangis. Sesuatu itu dapat digapai dengan usaha, bukan
dengan tangisan. Jadi, untuk apa menangis?
Memang benar apa yang
telah dikatakan di atas. Namun, coba Anda renungkan kenapa Allah menciptakan
tangisan? Di saat diri ini dihinggapi
hegemoni kebahagiaan, adakalanya duka menyesak relung hati. Ketika semua
pikiran diliputi suka cita, adakalanya kesedihan hinggap dalam pikiran. Entah
memang karena sudah menjadi sunnah Allah lah semua itu terjadi, ataukah diri
ini yang labil? Yang jelas semua itu hadir dalam keadaan berpasangan. Bila
teringat judul “Salahkah Cinta?” akan terungkap sebuah tanya, mengapa ada
derita bila bahagia tercipta, mengapa ada Sang Hitam bila PUTIH menyenangkan?!
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى
Dan
bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis [Q.S. an-Najm
: 53].
Adapun orang-orang
Yahudi yang melarang anaknya untuk menangis adalah sesuatu yang tidak aneh.
Sudah menjadi watak “adat kakurung ku iga” bahwa orang Yahudi membenci
yang namanya tangisan. Itu disebabkan hati mereka yang telah menjadi sedemikian
keras.
ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا
لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ
خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal
di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan
di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan
di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. [Q.S.
al-Baqarah : 74].
Malu
rasanya bila sebongkah batu saja dapat mengeluarkan air, lalu bagaimana dengan
mata yang kering dari air mata? Haruskah air mata ini meminjam mata air yang
berasal dari bongkahan batu tersebut?
Har,
tulisan singkat ini tak bermaksud memaksa Anda untuk menangis. Tulisan ini
hanya ingin bertanya, mengapa Anda tidak menangis?
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا
أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ
فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.
[Q.S. al-Hadied : 16].
Ingatkah?!
Bahwa Kita mengawali kehidupan ini dengan tangisan. Di saat orang-orang di
sekitar kita tengah berbahagia, Kita lah satu-satunya yang menangis pada saat
itu. Lalu apakah sekarang dikau merasa malu untuk menangis di saat orang-orang
di sekitar Kita sedang tertawa terbahak-bahak?
Tanyakan
pada mereka, apa yang sedang mereka tertawakan? Apakah mereka merasa aman atas
apa yang mereka tertawakan?
أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى
أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ
Atau
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain? [Q.S. al-A’raaf : 98].
Bila
saat terlahir ke dunia dalam keadaan suci –dalam keadaan fitrah- Kita menangis, lalu mengapa sekarang engkau
tidak menangis? Apakah dikau yakin bahwa sekarang kondisimu sama persis ketika dirimu dilahirkan, bersih dari noda?
Tak pernah melakukan dosa, tak pernah bermaksiat kepada Allah?
Jika
engkau menganggap dosa yang telah dirimu lakukan itu adalah kecil, pernahkah
Anda mengira bahwa dosa-dosa itu dilakukan di hadapan Allah? yang senantiasa
melimpahkan rizqi pada Kita. Tidakkah dikau merasa malu? Padahal setiap saat
Kita ada dalam pengawasan-Nya.
Apakah
air mata ini yang telah mengering hingga tak sanggup lagi untuk menangis,
ataukah hati ini yang telah membatu? Apakah hati ini telah menjadi sedemikian
keras, kering kerontang akibat dosa yang telah diperbuat?
Pernahkah
hati ini dibasahi oleh tangisan karena mengingat Allah? Pernahkah hati ini
tergetar ketika asma Allah disebut? Atau setidaknya, pernahkah Anda merenungkan
ayat-ayat-Nya hingga bertambah keimanan?
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ
آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal [Q.S. al-Anfaal : 2].
Jika pikiran
ini hanya diliputi rasa gelisah akan datangnya hari esok, dan meratapi apa yang
terjadi kemarin. Lalu, di manakah Allah? Sudahkah Anda mengingat-Nya? Atau Anda
sudah lupa, hingga Allah pun melupakan Anda?
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ
أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah
kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka
lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. [Q.S. al-Hasyr : 19].
Pernahkah
perasaanmu terbesit untuk menangis ketika ayat-ayat-Nya dibacakan? Atau hanya
terdiam tak bergeming seolah-olah memperolok.
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا
الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ
وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya
Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. [Q.S. al-Hasyr : 21].
Jika gunung
saja dapat hancur, tak kuasa untuk menahan tangis dan memilih hancur meleburkan
diri dalam tangisan. Lalu mengapa hati ini tak tergetar sama sekali?
Jika engkau tak
pernah menyadari dosa yang telah diperbuat, hingga membuat amal shaleh bagai
debu yang berterbangan, tak memiliki nilai di hadapan Allah. Kemudian kau tak
pernah takut akan siksa-Nya yang tak ada seorang pun mampu untuk menjadi
benteng bagimu, hingga dirimu merasa cukup dengan apa yang telah kau perbuat
tanpa menginsafinya. Dan terakhir dirimu sudah tak pernah lagi hirau akan
kematian yang selama ini mengintaimu setiap saat di mana saja dan kapan saja.
Maka, cobalah untuk berhenti sejenak dan mulailah merenung, mengingat-ingat dan
menyadari semua itu.
عَيْنَانِ لاَ تَمسُّهُمَا
النَّارُ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ في سَبيلِ اللهِ
Ada dua mata
yang tidak akan tersentuh oleh neraka; mata yang menangis karena takut
kepada Allah dan mata yang terjaga di jalan Allah.[1]
Bilakah tangis
itu hanya datang pada saat bencana menimpa, maka haruskah bumi ini tergetar,
langit bergemuruh serta laut mengamuk untuk membuktikannya? Bilakah tangis itu
kan terisak pada saat lara menimpa, haruskah mereka yang terkasih pergi
meninggalkan Kita untuk selamanya? Adik, kakak, ayah dan ibu pergi begitu saja
terbisu tak bersuara. Dan bilakah tangis itu kan menggema kala Malaikat Maut
mengucap salam pada Kita? Haruskah sakaraat menjadi perantara antara mata dan
hati sepakat seiya sekata, senada seirama untuk menitikkan setetes air mata
saja yang sekian lama terbendung, sebagai saksi di hadapan Allah?!
Sesungguhnya
tidak ada yang terlambat jika sekarang engkau menangisi apa yang telah lalu.
Sebelum akhirnya dikau menangisi apa yang terlambat tuk ditangisi.
Maka,
menangislah selagi mampu!
0 comments:
Post a Comment